Rabu, 08 Februari 2012

Budaya Politik Tidak Kotor

Persepsi politik dalam kontek budaya merupakan aplikasi nilai yang terwujud dalam perilaku sosial masyarakat yang diberikan kebijakan oleh pelaku politik tertanam nilai dan wisdom adalah tujuan utama namun secara aplikasi di Indonesia banyak para pelaku politik tidak memahami kaidah-kaidah yang sesungguhnya sehingga berdampak pada sebagian orang beranggapan bahwa politik itu kotor, untuk meluruskannya maka perlu pembahasan dalam persepsi implementasi yang secara teori umum harus menjadi rujukan, ketidak pahaman ini disebabkan karena implikasi para pelaku tidak sejalan dengan budaya politik yang sesungguhnya.


1. 1. Pengertian Umum Budaya Politik

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :

1. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
2. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
3. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
4. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau men­dorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).

Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

1. 1. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli

Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.

1. a. Rusadi Sumintapura

Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

1. b. Sidney Verba

Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.

1. c. Alan R. Ball

Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.

1. d. Austin Ranney

Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.

1. e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.

Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :

Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.

Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.

Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.

1. 1. Komponen-Komponen Budaya Politik

Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur.

Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.

Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.

Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.

Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.

1. C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

1. 1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan

Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memper­padukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.

1. Budaya Politik Militan

Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.

1. Budaya Politik Toleransi

Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.

Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat men­ciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :

1. a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut

Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.

1. b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif

Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.

Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim­pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.



1. 1. Berdasarkan Orientasi Politiknya

Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

1. Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
2. Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
1. Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.

Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai berikut.



Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.

Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.

Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik.

Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.

Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.

Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :

1. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
2. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
3. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai berikut :

Model Kebudayaan Poltik


Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjuk­kan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembang­kan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.

Suatu pemerintahan yang kuat dengan disertai kepasifan yang kuat dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama politik, yaitu politik dikembang­kan berdasarkan ciri-ciri agama yang cenderung mengatur secara ketat setiap anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di negara yang baru berkembang.

David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang menimbulkan suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan para elite politik.

Ibu Pingsan Tagihan Airnya Rp 927 Ribu


Kebijakan dari PDAM Tirta Segah yang dinilai menaikkan tarif air di luar batas kewajaran, mulai menuai gelombang protes dari masyarakat.
Mereka mempertanyakan dasar dari keputusan yang dirasa sengat memberatkan itu.
Warga ramai-ramai memprotes jumlah tagihan yang harus dibayarkan karena dirasa sangat memberatakan dan nilai yang tercantum di luar batas kewajaran.
Pantauan Tribun, Rabu (8/2/2012) di loket pembayaran PDAM di Jl Pulau Sambit, sejumlah warga terkejut ketika mengetahui jumlah pemakaian air mereka membengkak dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Banyak dari mereka mengurungkan niatnya dan menrencanakan menolak membayar tagihan air jika kenaikan ini tidak segera direvisi Pemerintah Daerah selaku pembuat kebijakan.
Seorang ibu bahkan nyaris pingsan dan harus dibawa ke salah satu sudut kantor untuk ditenangkan saat mengetahui tagihan air yang biasanya hanya Rp 27 ribu sebulan, tiba-tiba melonjak Rp 927 ribu.
Keterkejutan juga diraskan Riska, warga Teluk Bayur yang diwajibkan membayar tagihan sebesar Rp 1,2 juta, padahal di bulan-bulan lainnya angka tagihannya tak pernah lebih dari Rp 300 ribu, sementara ia juga merasa pemakaian air di rumahnya normal-normal saja.

Keliru, Ical Dekati Mahfud Menuju Capres 2014

Keliru, Ical Dekati Mahfud Menuju Capres 2014


Keliru, Ical Dekati Mahfud Menuju Capres 2014
/Tribunnews.com/MBR/Felix Jody K.
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie berpidato politik di depan para petinggi dan fraksi Golkar dalam rangka menyambut HUT RI ke 66 di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (16/08/2011). (Tribunnews.com/MBR/Felix Jody K.) 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Aburizal Bakrie menuju kursi presiden 2014 dengan berupaya menaikkan citra seperti lewat iklan pengembangan ekonomi pedesaan tidaklah mudah. Apalagi kini Ical, panggilan Aburizal, mendekati Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, semakin menambah kekeliruan yang dilakukan tim suksesnya. “Ical boleh saja berupaya menaikkan citra Partai Golkar dan dirinya melalui iklan tentang pengembangan ekonomi pedesaan. Namun itu semua saya yakin masih belum cukup. Langkah apapun masih sangat berat,” ujar pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, Senin (23/1/2012).

Iberamsjah mengatakan, masyarakat sudah cerdas dan tidak bisa lagi dibohongi dengan iklan-iklan atau langkah seperti itu. Apalagi bila diikuti dengan langkah menjelekkan citra pemerintahan saat ini. Partai yang berada di dalam pemerintahan tapi terus menjelekkan pemerintah.
"Rakyat akan menilai Golkar inkonsisten dan mau menang sendiri. Langkah ini secara politik sangat tidak taktis dan sangat tidak cerdas,” katanya.

Demikian pula dengan langkah Ical mendekati Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD pun menambah kekeliruan baru strategi tim sukses Ical. Langkah yang bertujuan untuk mengangkat citranya di mata masyarakat utamanya masyarakat Jawa Timur ini tidak akan sukses dan justru menambah kecurigaan masyarakat bahwa Ical akan melakukan segala cara untuk menjadi presiden.

“Mungkin dia berpikir dengan masalah yang dihadapinya seperti masalah Lapindo di Jawa Timur, Ical bisa menggandeng Mahfud MD yang berasal dari Madura Jawa Timur. Dia mungkin mengharapkan bisa mendapatkan simpati, tapi saya rasa justru hal ini akan menjadi blunder dan justru menambah keyakinan masyarakat bahwa untuk menjadi calon presiden dia bisa melakukan segalanya, termasuk menggandeng Ketua MK,” imbuhnya.

Ical, kata Iberamsjah, juga tidak akan melangkah mudah, selama permasalahan Lapindo tidak dia tangani dan membayar semua kerugian masyarakat dan Negara akibat ulah salah satu perusahaan yang dimilikinya itu.

Ical, menurutnya juga harus memenuhi janjinya kepada kader-kader Golkar untuk membangun gedung DPP Partai Golkar setinggi 25 lantai dan memberi dana abadi sebesar Rp 1 triliun. Janji itu jelasnya nampaknya hanya tinggal janji, sudah dua tahun Ical menjabat ketua umum, janji itu juga belum direalisasikan.

HANURA versus DEMOKRAT soal UU Pemilu

7 Sikap Final Demokrat Soal UU Pemilu


Jakarta - Partai Demokrat (PD) mengambil sikap final menyangkut revisi UU Pemilu. Salah satunya kembali menegaskan bahwa Parliamentary Threshold Pemilu 2014 sebesar 4 persen.sementara partai Hanura memberikan keputusan Final PT sebesar 2,5 %.

Selain mendorong PT 4 persen dalam pemilu 2014, PD juga menghendaki alokasi kursi 3-8 per dapil. PD juga menghendaki sistem pemilu terbuka.

Berikut sikap resmi PD menyangkut revisi UU Pemilu, seperti yang disampaikan Ketua FPD DPR Jafar Hafsah kepada detikcom, Selasa (31/1/2012).

Pertama. Sisa suara adalah selisih suara sebagai sisa setelah dikurangi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) untuk mendapatkan kursi untuk selanjutnya dipergunakan pada tahap berikutnya. Ini berarti yang memiliki sisa suara hanyalah partai-partai peserta pemilu yang perolehannya telah melampaui BPP.

Kedua. Untuk menghargai suara pemilih di masing-masing dapil dan menguatkan legitimasi politik Caleg terpilih maka sisa suara dibagi habis di masing-masing dapil, tidak ditarik ke Provinsi.

Ketiga. Untuk lebih mengoptimalkan serapan aspirasi dari wakil rakyat serta memudahkan jangkuan terhadap konstituen, maka FPD berpandangan agar besaran kursi per dapil lebih disederhanakan lagi. Saat ini terdapat 3 opsi besaran kursi per Dapil yaitu: a). 3-6 kursi per dapil; b). 3-8 kursi per Dapil; dan c). 3-10 kursi per dapil. Pada opsi ini, FPD memiliki pandangan moderat dengan besaran kursi 3-8 per Dapil.

Keempat, untuk besaran persentase PT, saat ini yang telah disepakati di DPR adalah 2,5-5%. FPD memiliki pandangan yang moderat yaitu 4%.

Kelima, Sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, dengan kata lain menggunakan mekanisme suara terbanyak atau berdasarkan nomor urut, FPD berpandangan untukmeningkatkan kualitas demokrasi dan menghargai suara rakyat maka memutuskan untuk menggunakan mekanisme suara terbanyak atau sistem proporsional terbuka.

Keenam, point sensitif lainnya berkaitan dengan revisi UU No.10 tahun 2008 adalah pengaturan tentang Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) yang sedang menjabat apakah di bolehkan atau tidak menjadi Calon Anggota Legislatif?. Fraksi Partai Demokrat memandang bahwa untuk menghindari conflict of interest dan penyalahgunaan kekuasaan, dengan tanpa mengurangi hak politik sebagai warga Negara, maka Kepala Daerah yang sedang menjabat, hanya diperkenankan menjadi Caleg jika telah terlebih dahulu meninggalkan atau berhenti dari jabatannya sebagai Kepala Daerah sebelum mendaftar sebagai Caleg.

Ketujuh, dengan rentang waktu yang tersedia, FPD berpandangan bahwa Pemilu dapat dilaksanakan pada 9 April 2014

pandangan demokrat tersebut tentu kontraproduktif dengan harapan partai yang dianggap sedang maupun kecil. walaupun tidak semuanya kontra ada sebagian yang cukup elegan .Anggota Bappilu DPP Hanura, Aceng Ahmad Nasir mengatakan. "keputusan partai Demokrat berkaitan dengan PT merupakan hak preogratif partai tersebut, namun ini menunjukan arogansi berpartai tanpa mengindahkan harapan yang lainnya.mungkin ada agenda besar dibalik ini untuk memperkecil jumlah partai di parlemen, namun buat Partai Hanura ini merupakan tantangan baru, kami yakin Partai Hanura bisa mencapai lebih dari 5 % pada pemilu 2014 nanti" .tuturnya

Selasa, 07 Februari 2012

Petunjuk Teknis Partai HANURA


PETUNJUK TEKNIS
DPP HANURA

NOMOR  : 
TENTANG
KENGGOTAAN

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETUA BIDANG KEANGGOTAAN DPP HANURA

Menimbang  :

1.   Bahwa dalam rangka untuk memenuhi kepentingan organisasi dalam mencapai maksud dan tujuannya perlu dibuat suatu  kebijakan tentang mekanisme keanggotaan.
2.   Bahwa petunjuk Teknis ini adalah disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan partai HANURA yang saat ini sedang mempersiapkan perhelatan pertarungan nasional pada agenda pemenangan Pemilu 2014.
3.   Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, serta untuk menjamin kepastian dan berjalannya mekanisme dengan baik, perlu diterbitkan peraturan keanggotaan dalam suatu Petunjuk Teknis.

Mengingat :

1.   Anggaran Dasar Dewan Pimpinan Pusat Partai HANURA.
2.   Hasil Keputusan Rapat Pimpinan Nasional DPP HANURA


Dengan Persetujuan

KETUA UMUM

M E M U T U S K A N

Menetapkan :
PETUNJUK TEKNIS
PARTAI HANURA
TENTANG
KEANGGOTAAN








 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal  1
MAKSUD DAN TUJUAN
1.      PETUNJUK TEKNIS ini disusun berdasarkan Sembilan langkah pokok untuk menjadi pedoman bagi elemen Partai HANURA dan seluruh kader  yang berisikan ketentuan-ketentuan strategis dalam penyelenggaraan organisasi.

2.      Agar tercapai optimalisasi kerja baik bagi seluruh Jajaran Partai Hanura se Indonesia dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
  
Pasal  2
RUANG LINGKUP

1.       PETUNJUK TEKNIS ini berlaku bagi seluruh kader Partai HANURA baik di Dewan Pimpinan Pusat maupun cabang di seluruh Indonesia.

2.       Dalam petunjuk ini hanya mengatur hal-hal yang pokok keanggotaan . Untuk segala ketentuan yang belum tercantum dalam petunjuk ini, tetap diberlakukan segala peraturan-peraturan organisasi, Keputusan Ketua Umum dan Perundangan yang berlaku.

 
3.       Disamping PETUNJUK TEKNIS ini, aturan tambahan yang memuat masalah-masalah khusus dapat diadakan oleh Organisasi melalui keputusan Dewan Pimpinan Pusat  yang sejalan dari PETUNJUK TEKNIS ini


Pasal  3
DASAR PENYUSUNAN PROGRAM

1.   AD dan ART Partai.
2.   Rekomendasi Eksternal dan Internal Hasil Munas-1 di Surabaya.
3.   Program Umum Partai, hasil Munas-1.
4.   PO Partai tentang Keanggotaan
5.   PO Partai tentang Keorganisasian







BAB II

Sembilan Langkah Program Kerja Utama Bidang Keanggotaan

Pasal  I
     Pedoman Tata Organisasi yang Solid di Semua Tingkatan 

  1. Tata-cara, prosedur penerimaan keanggotaan  dan menetapkan  peraturan organisasi (PO) keanggotaan HANURA diatur melalui mekanisme teknis yang di rekapitulasi dengan data based di yang terintegrasi secara on line
  2. Rancangan Pola Rekruitmen Kenggotaandisesuaikan dengan anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga partai.  
  3. Melakukan inventarisasi  Data Base Keanggotaan. 
  4. Implementasi  Sistem Komunikasi Keanggotaan. 
  5. Melakukan Pembinaan Keanggotaan yang terpola dengan baik. 
  6. Melakukan Evaluasi Keanggotaan disesuaikan dengan ketentuan keorganisasian. 
  7.  Kode Etik Keanggotaan di implementasikan sesuai aturan yang ada

Pasal  2
Tersedianya Sarana Mobil Keliling Keanggotaan 

1.   Pengadaan mobil keliling di tingkat DPD yang disesuaikan dengan alokasi anggaran
2.   Jumlah pengadaan secara bertahap
3.   Mobil KTA di pergunakan secara efektif dan efisien

Pasal 3

Tersedianya Sarana Sistem Informasi Keanggotaan secara online (SIK-Online)

  1. Koordinasi dengan pengendali Sistem Keanggotaan Lama.
  2. Pengembangan sistem informasi keanggotaan baru. 
  3. Uji Coba Sistem Informasi Keanggotaan Baru.
  4. Implementasi Sistem Informasi Keanggotaan Baru

Pasal  4
Tersedianya Petunjuk Teknis Sistem Operasi dan Prosedur (SOP) SIK-Online. 
  1. operasi sistem informasi keanggotaan di implementasikan setelah memahami mekanisme teknis baik melalui pelatihan secara langsung maupun tidak langsung
  2. Aturan teknis akan dibuat dalam buku panduan yang menjadi acuan implementasi. 


Pasal  5
Sosialisasi Sistem Informasi Keanggotaan

  1. Pembuatan Memo Bidang Keanggotaan.
  2. Pelatihan staff administrator Keanggotaan.

Pasal  6

Pemutakhiran data dan rekruitmen keanggotaan

  1. Pelaksanaan pemutakhiran data dan rekruitmen keanggotaan oleh DPC.
 Supervisi Pelaksanaan seperti yang tertera dalam bab I
  1. Setiap data yang masuk dilakukan controling rutin untuk melihat dan mengukur target yang ditentuan
  2. Sistem control disesuaikan dengan jenjang organisasi


Pasal  7
Evaluasi Hasil Pemutakhiran data dan rekruitmen

  1. Analisis pemetaaan data keanggotaan berdasarkan kelompok mayoritas. 
  2. Pengajuan usulan pembinaan keanggotaan berdasarkan hasil Butir-1. 

Pasal 8

Adanya Pembinaan Keanggotaan 

Melakukan pembinaan keanggotaan berdasarkan analisis pemetaan data based keanggotaan

1. Proses Pengkaderan
1.   Partai Hanura secara terus menerus mengadakan kaderisasi.
2.   Sebelum seseorang diangkat dan menempati jabatan  barunya, idealnya kader  tersebut harus sudah melewati tahapan :
 



2. Proses Presentasi Pendampingan Serta Pengangkatan

A.   Presentasi
1.   Presentasi adalah penyampaian program kerja termasuk didalamnya program pembenahan  manajemen di bidangnya serta inovasi atau ide pengembangan bidang keanggotaan.
2.   Presentasi program kerja dilakukan dihadapan para pengurus di tingkatannya masing-masing.



Pasal 10
Persiapan Menghadapi PEMILU 2014

  1. Memantau perkembangan kebutuhan informasi keanggotaan berdasarkan Keputusan/edaran KPU dan peraturan lainnya.
  2. Melaksanakan Keputusan KPU dan peraturan lainnya, khususnya kebutuhan informasi keanggotaan.
  3. Rekapitulasi data keanggotaan dilakukan verifikasi dari validitasinya
  4. Melakukan instruksi khusus kepada seluruh anggota untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi Pemilu
  5. Inventarisir atribut keanggotaan
  6. Melakukan pemantauan perkembangan pergerakan para anggota
  7. Pemantapan unsur-unsur penting pada pembekalan yang terkoordinasi setiap anggota



BAB  III
TARGET PEROLEHAN ANGGOTA
Pasal I
Target Anggota
    1. Target Perolehan Anggota pada Pemilu 2014  sebanyak 29.652.009.
    2. Asumsi: lihat table Proyeksi Jumlah Pengurus.


Tingkat Kepengurusan
Jumlah kelembagaan
Target Pengurus
Target s/d 2011
Jumlah            %
Target s/d 2014
Jumlah            %
DPP
1
185
185
100
185
100
DPD
33
116
3.828
100
3.828
100
DPC
502
98
49.128
100
49.128
100
PAC
6.523
42
274.806
90
274.806
100
PR
75.244
27
1.523.691
50
1.523.691
100
PAR
652.440
10
3.744.250
16,72
3.744.250
100
T O T A L
5.613.906

9.884.003


    1. Jumlah pengurus di atas belum termasuk Organisasi Sayap, Lembaga dan Badan.
    2. Rata-rata per pengurus mendapatkan anggota 3 Orang. Jadi Target perolehan Anggota di tahun 2014 sekurang-kurangnya 29.652.009 Orang.





PASAL II
Target Perolehan

    1. Pemuda Hanura 10%
    2. Perempuan Hanura 10%.
    3. Pengurus DPD 20%.
    4. Pengurus DPC 50%.
    5. Anggota Legislatif 10%.



                                                         
                                                          BAB IV

MEKANISME KTA
PASAL I
Cara Penomoran Pada KTA
1. Aturan Penomoran

       PP.KK.CC.DDDD.XXXXXX 
       PP                    =       Kode Provinsi                    (2 digit)
       KK                    =       Kode Kabupaten/Kota     (2 digit)
       CC                    =       Kode Kecamatan                       (2 digit)
       DDDD               =       Kode Desa/Kelurahan                (4 digit)
 XXXXXX            =       Nomor Anggota 

2. Kebijakan Penomoran
a.   Calon anggota baru akan di berikan nomor urut ANGGOTA BIASA mulai dari >000301
b.   Sedang untuk nomor urut 000001 - 000300 diberikan kepada seluruh pengurus DPD dan DPC serta anggota yg lama.
c.   Namun, jika DPC memiliki kebijakan lain, silakan saja  selama ada jaminan tidak ada duplikasi nomor anggota

3. Contoh
Contoh Wisnu Dewanto misalnya yang Ketua Umum Pemuda Hanura adalah sebagai berikut:
a. DKI Jakarta (31)                PROVINSI 
b. Jakarta Selatan (74)           KABUPATEN/KOTA 
c. Kecamatan Jagakarsa (09) KECAMATAN 
d. Lenteng Agung (1501)        KELURAHAN/DESA 
e. Nomor Anggota (000009)   NOMOR ANGGOTA

maka KTA yang dimaksud adalah :

Pasal  II
Atribut Seragam Partai

1.    Pakaian Seragam berlaku dan wajib digunakan oleh kader Partai Hanura.
2.    Seragam dipergunakan pada saat momentum tertentu .
3.   Warna pakaian maupun logo mengikuti standarisasi yang telah ditentukan dalam peraturan organisasi
4.   Penggunaan pakaian sebagai identitas keaggotaan pada momentum tertentu
5.  Ketentuan tambahan:  
·      Jas digunakan pada acara-acara resmi kegiatan Partai.
·      Dasi dipergunakan setiap acara-acara resmi
·      Baju seragam dimiliki oleh setiap anggota minimal 1 buah.
·      Untuk keperluan tertentu pakaian dapat disesuaikan.



Pasal  25

PELATIHAN KEANGOTAAN

1.  Sistem Pelatihan
Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas Sumber Daya Manusia yang dilakukan secara berkala dan sistematis dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Pelatihan diberikan kepada semua kader penggerak.
  2. Materi meliputi pendalaman ilmu dibidang rekrutmen dan kaderisasi
  3. Pelaksanaan Pelatihan dilaksanakan minimal setiap 6 (enam) bulan 1 x.
  4. Instruktur berasal dari lingkungan internal partai maupun profesional.

2.  Pembebanan Biaya  Pelatihan 
  1. Biaya Pelatihan tingkat cabang dan wilayah menjadi tanggung jawab cabang dan wilayah
  2. Biaya Pelatihan tingkat Pusat menjadi beban kantor Pusat.
  3. Biaya Pelatihan tingkat Wilayah & Nasional menjadi beban bersama tingkat  Pusat & Cabang.

 




 


 

PENUTUP


1.   Dengan berlakunya Petunjuk Teknis ini maka diharapkan menjadi acuan penting yang bisa di implementasikan secara menyeluruh di setiap tingkatan.
2.   Hal-hal lain yang belum diatur akan diatur kemudian melalui Surat Keputusan pimpinan.
3.   Petunjuk Teknis ini mulai berlaku pada tanggal disahkan untuk  dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



Disahkan di       :    Jakarta
Pada tanggal     :     Juli 2011

Ketua Bidang Keanggotaan




Aceng ahmad nasir
Tari Siwi